Jelaskan Mengenai BEP (Break Even Poin) & Contoh Kasus
Break
Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam operasinya tidak
memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata lain total
biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi.
Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya
tetap dan biaya variabel, dan volume penjualannya hanya cukup menutupi biaya
tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel
dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya,
perusahaan akan memperoleh keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya
variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :
Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :
1.
Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya
dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan kunatitas.
2.
Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang
dikehendaki.
3.
Meningkatkan volume kegitan semaksimal mungkin.
Dari ketiga langkah-langkah tersebut diatas tidak dapat dilakukan secara
terpisah-pisah karena tiga faktor tersebut mempunyai hubungan yang erat dan
saling berkaitan. Pengaruh salah satu faktor akan membawa akibat terhadap
seluruh kegiatan operasi. Oleh karena itu struktur laba dari sebuah perusahaan
sering dilukiskan dalam break even point, sehingga mudah untuk memahami
hubungan antara biaya, volume kegiatan dan laba.
Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya). Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost Volume Profit Analysis.
Arti penting analisis break even point bagi menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut, yaitu :
Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya). Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost Volume Profit Analysis.
Arti penting analisis break even point bagi menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut, yaitu :
1.
Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan
tidak mengalami kerugian.
2.
Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba
tertentu.
3.
Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar
perusahaan tidak menderita rugi.
Menurut Purba (2002) Titik
impas (break even) berlandaskan pada pernyataan sedarhana, berapa besarnya unit
produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan produk tersebut.
Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.
Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.
Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.
Apabila perusahaan mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break even point dalam perusahaan tersebut. Masalah break even point baru akan muncul apabila suatu perusahaan disamping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan volume produksi perusahaan, sedangkan besarnya biaya tetap sacara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Karena adanya unsur biaya variabel disuatu sisi dan unsur biaya tetap disisi lain maka suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita kerugian karena penjualan hanya menutupi biaya tetap. Ini berarti bahwa bagian dari hasil penghasilan penjualan yang tersedia hanya cukup untuk menutupi biaya tetap tetapi tidak cukup menutupi biaya variabelnya.
Volume penjualan dimana penghasilan total sama besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mencapai laba atau keuntungan dan tidak menderita kerugian disebut Break Even Point.
Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.
Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.
Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.
Apabila perusahaan mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break even point dalam perusahaan tersebut. Masalah break even point baru akan muncul apabila suatu perusahaan disamping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan volume produksi perusahaan, sedangkan besarnya biaya tetap sacara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Karena adanya unsur biaya variabel disuatu sisi dan unsur biaya tetap disisi lain maka suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita kerugian karena penjualan hanya menutupi biaya tetap. Ini berarti bahwa bagian dari hasil penghasilan penjualan yang tersedia hanya cukup untuk menutupi biaya tetap tetapi tidak cukup menutupi biaya variabelnya.
Volume penjualan dimana penghasilan total sama besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mencapai laba atau keuntungan dan tidak menderita kerugian disebut Break Even Point.
Asumsi dari Analisa Break Even
Analisis Break Even Point berguna apabila
beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi-asumsi tersebut adalah :
Bahwa biaya pada berbagai tingkat
kegiatan dapat diperkirakan jumlahnya secara tepat. Dengan demikian perubahan
tingkat produksi dapat dijabarkan menjadi perubahan tingkat biaya.
1.
Biaya yang dapat diperkirakan itu dapat dipisahkan mana yang bersifat
fariabel dan mana yang merupakan beban tetap (fixed cost). Analisa Break even
hanya dapat dihitung bilamana sebagian biaya merupakan bebean tetap.
2.
Tingkat penjualan sama dengan tingkat produksi, artinya apa yang
diproduksi dianggap terjual habis. Dengan demikian tingkat persediaan barang
jadi tidak mengalami perubahan, atau perusahaan sma sekali tidak menyediakan
stoc barang jadi.
3.
Harga jual produk perusahaan pada berbagai tingkat penjualan tidak
mengalami perubahan. Ini berarti pasarnya demikian sempurna atau bahwa share
pasaran perusahaan sedemikian kecilnyasehingga tidak akan mampu merubah harga
pasar yang terjadi.
4.
Efesiensi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan juga tidak berubah,
sehingga biaya variable setiap unit produk sama untuk berbagai volume produksi.
5.
Tidak terdapat perubahan pada berbagai kebijakan pimpinan yang secara
langsung berpengaruh terhadap beban tetap keseluruhan. Dengan demikian biaya
tetap keseluruhan juga tidak berubah.
6.
Perusahaan dianggap seakan-akan hanya menjual satu macam produk akhir.
Bilamana dalam kenyataannya produk yang dibuat lebih dari satu macam, maka
sales mix dipertahankan tetap sama.
Di dalam kenyataan yang sebenarnya lebih banyak asumsi yang tidak dapat
dipenuhi. Namun demikian perubahan asumsi ini tidak mengurangi validitas dan
kegunaan analisa BEP sebagai suatu alat bantu pengambilan keputusan. Hanya saja
diperlukan suatu modifikasi tertentu dalam penggunaannya.
Dalam menyusun perhitungan BEP, kita perlu menentukan dulu 3 elemen dari
rumus BEP yaitu :
1. Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha, perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2 unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual sama sekali
2. Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit penjualan contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi salesman, biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota penjualan
3. Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli
1. Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha, perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2 unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual sama sekali
2. Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit penjualan contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi salesman, biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota penjualan
3. Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli
Adapun rumus untuk menghitung Break Even Point ada 2 yaitu :
1. Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi
Break Even Point :
Total Fixed Cost
__________________________________
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Contoh :
Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,-
Variable cost Rp.5,000 / unit
Harga jual Rp. 10,000 / unit
Maka BEP per unitnya adalah
Rp.200,000
__________ = 40 units
10,000 – 5,000
Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi break even point. Pada pejualan unit ke 41, maka took itu mulai memperoleh keuntungan
Total Fixed Cost
__________________________________
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Contoh :
Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,-
Variable cost Rp.5,000 / unit
Harga jual Rp. 10,000 / unit
Maka BEP per unitnya adalah
Rp.200,000
__________ = 40 units
10,000 – 5,000
Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi break even point. Pada pejualan unit ke 41, maka took itu mulai memperoleh keuntungan
2. Rumus BEP untuk menghitung berapa uang penjualan yang perlu diterima
agar terjadi BEP :
Total Fixed Cost
__________________________________ x Harga jual / unit
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang harus diterima agar terjadi BEP adalah
Rp.200,000
__________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,-
10,000 – 5,000
Total Fixed Cost
__________________________________ x Harga jual / unit
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang harus diterima agar terjadi BEP adalah
Rp.200,000
__________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,-
10,000 – 5,000
Sumber :
https://sites.google.com/site/penganggaranperusahaan/analisis-dan-asumsi-breakeven
https://irnawt.wordpress.com/2011/04/28/pengertian-definisi-dan-rumus-bep-break-even-point-4/