Biaya modal adalah sebuah konsep dinamis yang dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor ekonomi dan perusahaan. Struktur dasar dari biaya modal dibuat dengan beberapa asumsi yang berhubungan dengan risiko dan pajak. Biaya modal diperkirakan untuk suatu waktu tertentu. Biaya modal mencerminkan rata-rata biaya permodalan yang akan datang berdasarkan data yang tersedia. Pandangan ini sesuai dengan penggunaan biaya modal untuk membuat keputusan investasi jangka panjang.
Walaupun perusahaan mengumpulkan dananya sekaligus, biaya modal mencerminkan hubungan aktivitas pembiayaan. Misalnya perusahaan hari ini menarik dana dengan hutang, tetapi untuk yang akan datang digunakan modal sendiri seperti saham biasa. Banyak perusahaan menggabungkan antara pembiayaan dengan hutang maupun pembiayaan dengan modal sendiri secara optimal.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Modal dan Fungsi Biaya Modal
A.Faktor Biaya Modal
1. Kondisi perekonomian
Ketika permintaan akan uang dalam ekonomi berubah secara relatif terhadap penawaran.
2. Kondisi pasar
Ketika resiko meningkat maka investor akan mensyaratkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
3. Keputusan operasi dan keuangan
Ketika resiko usaha dan resiko keuangan meningkat, tingkat pengembalian yang disyaratkan investor akan meningkat pula.
4. Jumlah pembiayaan
Permintaan untuk jumlah modal yang besar dan meningkatkan pula biaya modal perusahaan.
B. Fungsi biaya modal
1. Perhitungan biaya modal sangat erat kaitannya dengan pajak yang dikenakan kepada perusahaan.
2. Konsep perhitungan biaya modal dapat didasarkan kepada perhitungan sebelum pajak (before tax basis) atau perhitungan setelah pajak (after tax basis).
3. Biaya modal biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau ditolaknya suatu usulan investasi (sebagai discount rate), yaitu dengan membandingkan tingkat keuntungan (rate of return) dari usulan investasi tersebut dengan biaya modalnya.
Biaya Hutang (Cost Of Debt)
Biaya modal utang merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan pemberi pinjaman atas investasi perusahaan yang dibelanjai dengan utang. Biaya modal utang harus ditanggung perusahaan karena perusahaan menggunakan utang untuk mendanai investasinya. Perhitungan biaya utang lebih mudah dibandingkan dengan biaya modal saham biasa, karena biaya modalnya bersifat eksplisit. Biaya modal utang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
P0 = Harga pasar atau harga jual surat utang yang diterbitkan perusahaan
n = jangka waktu jatuh tempo utang
It = besarnya bunga yang dibayarkan pada periode t
P = nilai pelunasan pokok utang pada periode
kd = biaya modal utang sebelum pajak
Contoh:
Suatu perusahaan ingin membelanjai investasinya sebesar Rp. 1.000.000,- dengan mengeluarkan obligasi sebanyak 1000 lembar dengan nilai nominal Rp. 1000 per lembar. Obligasi dijual dengan harga sama dengan nilai nominal. Tingkat bunga obligasi sebesar 8% per tahun dan bunga dibayarkan setiap tahun. Obligasi jatuh tempo dalam waktu 10 tahun.
Berdasarkan contoh tersebut, perusahaan harus membayar bunga setiap tahun sebesar Rp. 80.000,- dan pada akhir tahun ke-10 perusahaan melunasi pokok pinjaman sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- dengan demikian besarnya biaya modal obligasi (kd) dapat dihitung sebagai berikut:
Rp.1.000.000=(Rp.80.000)/〖(1+kd)〗^( 1) +(Rp.80.000)/〖(1+kd)〗^( 2) +⋯ +(Rp.1.080.000)/〖(1+kd)〗^( 10)
Karena obligasi yang dijual dengan harga sama dengan nilai nominal, maka biaya modal obligasi (kd) adalah sama YTM (yield to maturity) dari obligasi tersebut, yaitu : kd = 8%. Dengan kata lain, jika perusahaan tidak mampu menghasilkan internal rate of return sebesar 8% dari investasi yang dilakukan, maka perusahaan tidak akan sanggup untuk membayar bunga dan nilai pokok dari obligasi tersebut.
Karena kd adalah biaya modal utang obligasi sebelum pajak, maka biaya modal utang obligasi setelah pajak dapat dihitung sebagai berikut :
Keterangan :
Kd* = biaya utang setelah pajak
Kd = biaya utang sebelum pajak
t = tarif pajak pendapatan perusahaan
Untuk contoh diatas, kd* adalah :
Biaya Saham Preferen (Cost Of Preferred Stock)
Biaya modal saham preferen merupakan biaya riil yang harus dibayar apabila perusahaan menggunakan dana dengan menjual saham preferen. Biaya modal saham preferen diperhitungkan sebesar keuntungan yang disyaratkan oleh investor pemegang saham preferen.
Saham preferen mempunyai karakteristik gabungan antara utang dengan saham, karena merupakan bentuk kepemilikan (saham), tetapi deviden yang dibayarkan mirip dengan bunga karena bersifat tetap. Perhitungan biaya modal preferen mudah dilakukan, sama seperti perhitungan biaya utang. Parameter diestimasi relatif jelas. Biaya saham preferen (kps) adalah :
Dimana:
kps = biaya saham preferen
Dps = deviden saham preferen
P = harga saham preferen
Misal perusahaan menjual saham preferen, kas masuk yang diterima adalah Rp. 1000 per lembar. Deviden saham preferen adalah Rp. 250 per lembar. Biaya modal saham preferen dihitung :
Karena deviden ( termasuk untuk saham preferen ) tidak mengurangi pajak, maka net pajak tidak dihitung untuk biaya modal saham preferen. Angka 25% yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya utang (20% dan 12,6% untuk net pajak) mencerminkan hal tersebut, disamping risiko saham preferen yang lebih tinggi dibandingkan dengan resiko utang ( dari sisi investor).
Biaya Laba Ditahan / Ekuitas Eksternal (Cost Of Retained Earning)
Laba ditahan sering disebut sebagai sesuatu yang gratis, karena laba ditahan adalah uang yang tersisa setelah dividen dibayar. Tapi, modal ini tetap memiliki biaya. Alasannya biaya saldo laba ditahan berhubungan dengan prinsip biaya kesempatan (opportunity cost principle). Laba setelah pajak adalah milik para pemegang saham. Pemegang saham obligasi menerima kompensasi berupa pembayaran bunga dan pemegang saham preferen berupa dividen preferen. Seluruh laba yang tersisa setelah bunga dan dividen saham preferen adalah milik pemegang saham biasa. Manajemen dapat membayarkan laba dalam bentuk dividen atua menahan laba untuk diinvestasikan kembali ke dalam usaha. Jika manajemen memutuskan untuk menahan laba, maka ada biaya kesempatan yang terlibat.
Ada beberapa pendekatan untuk menghitung biaya laba ditahan, yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model)
Model CAPM (model penetapan harga aktiva modal) merupakan suatu model yang digunakan untuk mengestimasi return suatu sekuritas dan memformulasikan return suatu saham adalah sama dengan tingkat bunga bebas resiko ditambah premi resiko. Formulasinya:
Keterangan:
k_(s ) : biaya ekuitas (saham biasa baru)
k_RF : tingkaat hasi bebas risiko
k_M : tingkat hasil pasar
b_i : beta
Contoh: Sebuah saham memiliki nilai k_RF = 8%, k_M = 13% dan b_i = 0,7. Hitung k_(s )?
Jawab:
k_(s ) = k_RF +( k_M – k_RF)b_i
k_(s ) = 8% + (13% – 8%)(0,7)
= 8% + (5%)(0,7)
= 8%+ 3,5%
= 11,5%
2. Pendekatan imbal hasil divden ditambah tingkat pertumbuhan atau arus kas diskonto (discounted cash flow/DCF)
Bagi perusahaan-perusahaan yang diharapkan akan terus beroperasi tanpa batas waktu, arus kas adalah dividen. Sementara jika investor memperkirakan perusahaan akan diakuisisi oleh perusahaan lain atau dilikuidasi, maka arus kas adalah dividen selama beberapa waktu ditambah harga akhir ketika perusahaan diakuisisi atau dilikuidasi. Untuk penyederhaannya berlaku persamaan:
Keterangan:
P_0 : harga saham saat ini
D_t : dividen yang diharapkan akan dibayarkan pada akhir
tahun ke-t
k_s : biaya laba ditahan/ saham biasa/ ekuitas internal
g : pertumbuhan dividen
Jika dividen yang diharapkan tumbuh dengan tingkat yang konstan, maka formulasinya:
Jika mencari nilai k_s untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang diminta atas ekuitas biasa, bagi investor marginal akan sama dengan tingkat pengembalian yang diharapkan:
Contoh: Harga saham Allied dijual dengan harga sebesar $23, dividen berikutnya diharapkan adalah $1,24 dan tingkat pertumbuhan yang diharapkan adalah 8%. Berapa besar laba ditahan ?
Jawab:
k_s = ( D₀(1+g))/P+g=(D₁)/P+g
k_s = $1,24/$23 + 8%
= 5,4% + 8,0%
= 13,4%
Angka 13,4% adalah tingkat pengembalian minimum yang diharapkan akan diterima oleh manajemen atas laba ditahan untuk memberikan penanaman kembali laba ke dalam usaha dan bukan membayarkannya kepada pemegang saham sebagai dividen.
3. Pendekatan imbal hasil obligasi ditambah premi resiko
Biasanya perusahaan memperkirakan premi resiko sebesar 3 hingga 5 persen pada tingkat suku bunga utang jangka panjang perusahaan tersebut.
Contoh, jika perusahaan Allied memberikan imbal hasil oblogasi 10% dan biaya premi risiko sebesar 4%, maka biaya ekuitasnya dapat diestimasikan dengan cara sebagai berikut:
Jawab:
k_s = 10% + 4% = 14%
Biaya Penerbitan Saham Baru (Cost Of Issued Common Stock)
Perusahaan biasanya menggunakan bankir investasi (biaya emisi) ketika menerbitkan saham biasa, preferen atau obligasi. Sebagai imblan atas pembayaran tersebut, bankir investasi akan membantu perusahaan menyusun persyaratan-peersyaratan dan menentukan harga emisi dan kemudian menjualnya kepada para investor. Formulasi biasya saham baru:
Keterangan:
k_e : biaya saham biasa baru/ ekuitas eksternal
D_1 : dividen yang diharapkan akan dibayarkan pada akhir tahun
Dg : pertumbuhan dividen
P : harga saham biasa per lembar
f : biaya penerbitan/ emisi (%)
Contoh: Harga saham Allied dijual dengan harga sebesar $23, dividen berikutnya diharapkan adalah $1,24, tingkat pertumbuhan yang diharapkan adalah 8% dan biaya emisi 10%. Berapa biaya saham biasa baru ?
Jawab:
k_ncs= ( D₀ (1+g))/(P (1-f))+g=(D₁)/(P (1-f))+g
k_ncs = $1,24/($23(1-0,10)) + 8%
= $1,24/$20,70 + 8,0%
= 6,0% + 8,0%
= 14,0%
Pengertian Weighted Average Cost Of Capital (WACC)
Tingkat biaya menggunakan modal yang harus diperhitungkan oleh perusahaan adalah tingkat biaya penggunaan modal perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena biaya dari masing-masing sumber dana itu berbeda-beda maka untuk menetapkan biaya modal dari perusahaan secara keseluruhan perlu menghitung “weighted average” dari berbagai sumber dana tersebut.
Rata-rata tertimbang biaya modal (weighted average cost of capital) adalah laba dari investasi baru dengan risiko rata-rata yang perusahaan harus harapkan untuk mempertahankan harga saham. Biaya modal pada dasarnya merupakan biaya modal rata-rata tertimbang dari biaya modal individual.
Untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
WACC : biaya modal rata-rata tertimbang
〖 k〗_d : biaya utang
w_d : proporsi utang terhadap total dana jangka panjang
k_ps : biaya saham preferen
w_ps : proporsi saham preferen terhadap total dana jangka panjang
k_cs : biaya saham biasa
w_cs : proporsi saham biasa terhadap total dan jangka pendek
Pengertian Marginal Cost Of Capital (MCC)
Tambahan biaya modal rata-rata tertimbang akibat bertambahnya satu rupiah dana jangka panjang (baik yang berasal dari utang, saham preferen, dan saham biasa) disebut sebagai biaya modal marginal (marginal cost of capital/MCC).
Contoh:
Perusahaan manufaktur mempunyai struktur modal sebagaimana berikut (dalam juta rupiah):
Sumber Dana Jumlah Proporsi Biaya
Obligasi Rp. 180,00 30% 7,20%
Saham Preferen Rp. 60,00 10% 10,00%
Saham Biasa Rp. 360,00 60% 14,19%
Rp. 600,00 100%
WACC 11,67%
Informasi Tambahan:
Dividen dibayarkan pada akhir tahun sebesar Rp. 700,00 per lembar. Harga pasar per lembar Rp. 8.000,00. Tingkat pertumbuhan dividen 5% per tahun. Biaya utang (obligasi) sebesar 7,2% sudah dipotong pajak.
Untuk membiayai investasi barunya, perusahaan membutuhkan laba ditahan (saham biasa) sebesar Rp. 120 juta. Andaikata perusahaan ingin tetap mempertahankan proporsi struktur modalnya, maka total modal yang dibutuhkan haruslah sebesar RP. 200 juta (Rp. 120 juta/0,6).
Utang = 30% x Rp. 200 juta = Rp. 60 juta
Saham Preferen = 10% x Rp. 200 juta = Rp. 20 juta
Saham Biasa = 60% x Rp. 200 juta = Rp. 120 juta
Apabila modalnya tidak Rp. 200 juta, jumlah laba ditahan (saham biasa) tidak akan sebesar Rp. 120 juta (jumlah yang dibutuhkan perusahaan). Sekarang perusahaan membutuhkan total modal lebih dari Rp. 200 juta (misalnya, Rp. 250 juta). Hal itu berarti bahwa perusahaan harus mempunyai laba ditahan sebesar Rp. 150 juta (0,6 X Rp. 250 juta). Jumlah laba ditahan yang dimiliki perusahaan hanya berjumlah Rp. 120 juta. Untuk menutup kekurangannya sebesar Rp. 30 juta, perusahaan harus menerbitkan saham biasa baru. Untuk menerbitkan saham biasa baru, perusahaan mengeluarkan biaya emisi sebesar 3%. Hal itu akan berdampak pada meningkatnya biaya saham biasa dan WACC.
K_ncs=(700 (1+5%))/(8.000 (1-3%))+5%=14,47%
WACC = (7,2% x 30%) + (10% x 10%) + (14,47% x 60%) = 11,84%
Gambar Biaya Modal Marginal dan Titik Patah
Jadi, jika kebutuhan modal melebihi Rp. 200 juta, WACC perusahaan akan naik dari 11,67% menjadi 11,84%. Dengan kata lain, untuk setiap penambahan Rp. 1,00, WACC akan meningkat menjadi 11,84%. Inilah yang disebut dengan biaya modal marginal. Adapun titik patahan, ditunjukkan oleh angka Rp. 200 juta, batas tambahan modal yang menaikkan WACC dari 11,67% menjadi 11,84%.
Perusahaan Ambalat mempunyai struktur modal sebagai berikut:
(dalam milyar rupiah)
Sumber Dana Nilai Buku Proporsi Biaya
Obligasi Rp. 320 40% 9%
Saham Preferen Rp. 120 15% 12%
Saham Biasa Rp. 360 45% 16%
Rp. 800 100%
Biaya modal rata-rata tertimbang
= 40% (9%) (1-30%) +15% (12%) + 45% (16%)
= 11,52%
Titik patahan=20/0,4=Rp.50 milyar
Biaya modal marginal
= 40% (10%) (1-30%) + 15% (12%) + 45% (16%)
= 11,80%
SUMBER : https://ananalalena.wordpress.com/2015/05/06/biaya-modal/
Diah Putri S
Kamis, 15 Juni 2017
TULISAN 4
Pada dasarnya tujuan orang melakukan investasi adalah untuk menghasilkan sejumlah uang. Secara lebih khusus menurut (Tandelilin, 2001 : 5) ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain :
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa depan.
Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.
b. Mengurangi resiko inflasi.
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari resiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
c. Dorongan untuk menghemat pajak.
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang – bidang usaha tertentu.
Dasar Keputusan Investasi
Adapun Dasar keputusan investasi menurut Tandelilin (2005) terdiri dari:
a. Return
Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Dalam manajemen investasi tingkat keuntungan investasi disebut sebagai return. Suatu hal yang sangat wajar jika investor menuntut tingkat return tertentu atas dana yang telah diinvestasikannya. Return yang diharapkan investor dari investasi yang dilakukannya merupakan kompensasi atas biaya kesempatan (opportunity cost) dan resiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi. Dalam berinvestasi perlu dibedakan antara return yang diharapkan (expected return) dan return yang terjadi (realized return).
Return yang diharapkan merupakan tingkat return yang diantisipasi investor dimasa datang. Sedangkan return yang terjadi atau return aktual merupakan return yang telah diperoleh investor dimasa lalu.
Antara tingkat return yang diharapkan dan tingkat return aktual yang diperoleh investor dari investasi yang dilakukan mungkin saja berbeda. Perbedaan antara return yang diharapkan resiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses investasi. Sehingga dalam berinvestasi, disamping memperhatikan tingkat return, investasi harus selalu mempertimbangkan tingkat resiko suatu investasi.
b. Risk
Korelasi langsung antara pengembalian dengan resiko, yaitu : semakin tinggi pengembalian, semakin tinggi resiko. Oleh karena itu, investor harus menjaga tingkat resiko dengan pengembalian yang seimbang.
c. The time factor
Jangka waktu adalah hal penting dari definisi investasi. Investor dapat menanamkan modalnya pada jangka pendek, jangka menengah, atau jangka panjang. Pemilihan jangka waktu investasi sebenarnya merupakan suatu hal penting yang menunjukkan ekspektasi atau harapan dari investor. Investor selalu menyeleksi jangka waktu dan pengembalian yang bisa memenuhi ekspektasi dari pertimbangan pengembalian dan resiko.
Proses keputusan investasi merupakan proses keputsan yang berkesimbungan (going process) keputusan yang berjalan terus menerus sampai tercapai keputusan in-vestasi terbaik. Tahap-tahap keputusan investasi meliputi lima tahap keputusan, yaitu:
1. Penentuan tujuan investasi
2. Penentuan kebijakan investasi
3. Pemilihan strategi portfolio
4. Pemilihan aset
5. Pengukuran dan evaluasi kinerja portfolio
Penentuan Tujuan Investasi. Tahap pertama dalam proses keputusan investasi adalah penentuan tujuan investasi yang akan dilakukan. Tujuan investasi masing-masing investor bisa berbeda-beda tergantung pada investor yang membuat keputusan tersebut. Misalnya, lembaga dana pensiun yang bertujuan yang memperoleh dana untuk membayar dana pensiun dana pensiun nasabahnya di masa depan mungkin akan memi-lih akan memilih investasi portfolio reksa dana. Sedangkan bagi institusipenyimpan dana seperti bank misalnya, mempunyai tujuan untuk memperoleh return yang lebih tinggi di atas biaya investasi pada sekuritas yang mudah diperdagangakan ataupun pada penyaluran kredit yang lebih beresiko tetapi memberi harapan return tinggi.
Penentuan kebijakan investasi. Tahap kedua ini merupakan tahap penentuan kebijakan untuk memenuhi tujuan investasi yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai dengan penentuan keputusan alokasi aset asset allocation decision). Keputusan ini me-nyangkut pendistribusian dana yang dimiliki pada berbagai kelas aset yang tersedia (saham, obligasi, real estat ataupun sekuritas luar negeri). Investor juga harus mem-perhatikan berbagai batasan yang memperngaruhi kebijakan investasi seperti beberapa dananya yang dimiliki dan porsi pendistribusian dana tersebut serta beban pajak pada pelaporan yang harus ditanggung.
Pemilihan strategi portfolio. Strategi portfolio yang dipilih harus konsisten dengan dua tahap sebelumnya. Ada dua strategi portfolio yang bisa dipilih, yaitu strategi portfolio aktif dan strategi portfolio pasif. Strategi portfolio aktif meliputi kegiatan penggunaan informasi yang tersedia dan teknik-teknik peramalan secara aktif untuk mencari kombinasi portofolio yang lebih baik yang seiring dengan kinerja indeks pasar. Asumsi strategi pasif ini adalah bahwa semua informasi yang tersedia akan diserap pasar dan direflesksikan pada harga saham.
Dengan strategi aktif, investor berusaha mengindentifikasikan saham-saham yang dia pertimbangkan akan bagus di masa mendatang dengan kata lain, dia akan men-coba untuk mencari winners. Sebaliknya denggan strategi pasif, investor dapat membeli reksa dana (muntual fund).
Pengukuran dan eavaluasi kinerja portfolio. Tahap ini merupakan tahap paling akhir dari proses keputusan investai. Meskipun demikian, adalah salah kaprah jika kita langsung mengatakan bahwa ini adalah tahap terakhir, karena sekali lagi, pro-ses keputusan investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan dan terus menerus. Artinya jika tahap pengukuran dan evaluasi kinerja yang telah dilewati dan ternyata hasilnya kurang baik, maka proses keputusan investasi harus dimulai lagi dari tahap pertama demikian seterusnya sampai dicapai keputusan investasi yang paling optimal. Tahap pengukuran dan evaluasi kinerja in meliputi pengukuran kinerja portfolio dan membandingkan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja portfolio dan pembandingan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja portfolio melalui proses benchmarking. Proses benchmarking ini biasanya dilakukan terhadap indeks portofolio pasar, untuk mengetahui seberapa baik kinerja portfolio yang telah ditentukan diban-dingkan dengan kinerja portfolio lainnya (portfolio pasar)
SUMBER : http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/07/keputusan-berinvestasi-tujuan-dasar-dan.html
https://ssaengi.wordpress.com/2014/05/14/proses-keputusan-investasi/
Struktur modal adalah perimbangan / perbandingan hutang jangka panjang dengan modal sendiri ( Riyanto, 2001 ). Struktur modal merupakan cermin dari kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan jenis sekuritas yang dikeluarkan, karena masalah struktur modal adalah erat hubungannya dengan masalah kapitalisasi, dimana disusun dari jenis-jenis funds yang membentuk kapitalisasi adalah struktur modalnya. Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kreditur merupakan utang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian. Penambahan utang akan memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya utang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Sruktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan kesimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham ( Brigham dan Houston, 2001).
b. Teori Struktur Modal
1) Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976 (Horne dan Wachowicz, 1998 dalam Saidi, 2004) ,yang menyebutkan bahwa manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Biaya yang ditimbulkan dari pengawasan yang dilakukan oleh manajemen disebut biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz dalam Saidi (2004) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
2) Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
3) Pecking Order Theory
Pecking order theory mengasumsikan bahwa perusahan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Perusahaan berusaha menerbitkan sekuritas pertama dari internal, retained earning, kemudian utang berisiko rendah dan terakhir ekuitas (Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004). Pecking order theory memprediksi bahwa pendanaan utang eksternal didasarkan pada defisit pendanaan internal.
Model pecking order theory memfokuskan pada motivasi manejer korporat, bukan pada prinsip-prinsip penilaian pasar modal. Pecking order theory mencerminkan persoalan yang diciptakan oleh asimetrik informasi. Dasar pemikirannya didasarkan pada penjelasan berikut ini, (Meyers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004) :
Para manejer mengetahui lebih banyak tentang perusahaan daripada investor luar, namun mereka enggan untuk menerbitkan saham ketika percaya saham mereka adalah undervalued.
Investor memahami bahwa para manajer mengetahui lebih banyak dan mereka mencoba menerbitkan sesuai waktu yang tepat.
Para manejer menginterpresentasikan keputusan untuk menerbitkan ekuitas sebagai bad news, dan perusahaan dapat menerbitkan ekiutas hanya pada harga discount.
Perusahaan yang bekerja berdasarkan filosofi pecking order theory dan membutuhkan ekuitas eksternal kemungkinan tidak akan memanfaatkan kesempatan investasi yang baik, karena saham tidak dapat dijual pada “fair Price”.
Menurut Myers (1996) dalam Saidi (2004) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber dana dengan mengacu packing order theory adalah internal fund (dana internal), debt (utang), dan equity (modal sendiri) (Kaaro, 2003).
4) Trade Off Theory
Konsep trade off dalam balancing theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan utang dalam struktur modal sehingga disebut pula sebagai trade off theory (Brigham et al, 1999 dalam Kaaro, 2003). Berdasarkan teori Modigliani dan Miller (1996) dalam Adler Haymans Manurung (2004), semakin besar utang yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Model Modigliani dan Miller mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan penggunaan utang dengan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang disebut model trade off ( Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004).
Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan utang terhadap biaya kebangkrutan. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan. Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham perusahaann akan dimaksimumkan jika menggunakan utang 100 persen. Dalam kenyatannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100 persen karena perusahaan membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2001).
III. PEMBAHASAN
Setiap perusahaan pada tahap awal berdiri pasti memerlukan modal untuk penetapan struktur modalnya, dan pada saat akan memperluas usaha atau menggabungkan usahanya besar kemungkinannya akan_melakukan perubahan struktur modal yang disebabkan adanya perubahan modal atau tambahan modal. Dua hal yang harus dilakukan perusahaan ; Pertama, menentukan besarnya Kebutuhan modal kuantitatif. Kedua, menentukan sumber modal kualitatif/jenis modal yang akan ditarik. Proses pertama dikatakan sebagal proses Kapitalisasi, sedangkan yang kedua dikatakan sebagai proses penentuan Struktur Modal. Untuk menentukan Struktur Modal perusahaan dihadapkan pada berbagai variabei yang mempengaruhinya. Terdapat 10 variabel yang mungkin akan berpengaruh yaitu ; Tingkat bunga, Stabilitas penjualan, Tingkat pertumbuhan penjualan, Susunan Aktiva, Kadar risiko dari aktiva, Kebutuhan modal, Struktur saingan, Keadaan pasar modal, Sikap manajemen, dan Sikap pemberi pinjaman. Bagi perusahaan susunan struktur modal terbaik dikatakan sebagal Struktur Modal Optimum. Struktur modal optimum menurut pendekatan konservatif adalah struktur modal yang menggunakan modal pinjaman maksimum 50% dari total modal. Sedangkan menurut pendekatan biaya modal struktur modal optimum adalah struktur modal yang dapat meminimumkan rata-rata biaya modal perusahaan. Metoda biaya modal ini dapat dianalisis dengan berbagai pendekatan, dan pendekatan yang dipilih pada persoalan ini adalah Pendekatan Tradisional yang menyatakan bahwa struktur modal optimum akan terjadi pada kondisi rata-rata biaya modal minimum dan nilai perusahaan maksimum. Disini harus dilakukan analisis terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan dan hubungannya dengan penentuan nilai perusahaan. Sehingga harus ditentukan :
1. Variabel yang dominan terhadap struktur modal dengan menggunakan Analisa Faktor.
2. Menentukan nilai perusahaan yang maksimum.
Menurut Maness (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan struktur modal yang optimal, yaitu :
1. Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2. Operating Leverage
Perusahaan yang mengurangi leverage operasinya lebih mampu untuk menaikkan penggunaan leverage keuangan ( hutang ).
3. Corporate Taxes
Karena bunga tax-deductable, ada sebuah keuntungan jika menggunakan hutang. Marginal tax rate perusahaan yang lebih tinggi, maka keuntungan menggunakan hutang akan lebih tinggi, semua yang lainnya dianggap sama.
4. Kadar resiko dari aktiva
Tingkat atau kadar resiko dari setiap aktiva didalam perusahaan adalah tidak sama. Makin panjang jangka waktu penggunaan suatu aktiva didalam perusahaan, makin besar derajat resikonya. Dan perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan yang tiada henti, dalam artian ekonomis dapat mempercepat tidak digunakannya suatu aktiva, meskipun dalam artian teknis masih dapat digunakan.
5. Lenders dan rating agencies
Jika perusahaan menggunakan hutang semakin berlebih, maka pihak lenders akan mulai meminta tingkat bunga yang lebih tinggi dan rating agencies akan mulai menurunkan rating pada tingkat hutang perusahaan.
6. Internal cash flow
Tingkat internal cash flow yang lebih tinggi dan lebih stabil dapat menjastifikasi sebuah tingkat leverage lebih stabil.
7. Pengendalian
Banyak perusahaan sekarang meningkatkan tingkat hutangnya dan memulai dengan menerbitkan hutang baru hingga repurchase outstanding commonstock. Tujuan dari peningkatan hutang tersebut adalah untuk mendapatkan return yang lebih tinggi., sedangkan pembelian kembali saham bertujuan untuk lebih meningkatkan tingkat pengendalian.
8. Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi seperti sekarang ini dan juga kondisi pada pasar keuangan dapat mempengaruhi keputusan struktur modal. Ketika tingkat suku bunga tinggi, mungkin keputusan pendanaan lebih mengarah pada short-term debt, dan akan dilakukan refinance dengan long-term debt atau equity jika kondisi pasar memungkinkan.
9. Preferensi pihak manajemen
Preferensi manajemen terhadap resiko dan gaya manajemen mempunyai peran dalam hubungannya dengan kombinasi debt-equity perusahaan pada struktur modalnya.
10. Debt covenant
Uang yang dipinjam dari sebuah bank dan juga penerbitan surat hutang dan terwujud melalui serangkaian kesepakatan (debt covenant).
11. Agency cost
Agency cost adalah sebuah biaya yang diturunkan guna memonitor kegiatan pihak manajemen untuk menjamin bahwa kegiatan mereka selaras dengan persetujuan antara manajer, kreditur dan juga para shareholders.
12. Profitabilitas
Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi, dan penggunaan internal financing yang lebih besar dapat menurunkan penggunaan hutang (rasio hutang).
Pada kasus tertentu ternyata kondisinya dapat dikelompokan pada 4 faktor yang dominan terhadap penentuan struktur modal, yaitu:
Faktor 1: Stabilitas pendapatan dan kebutuhan modal, komponen variabelnya: Stabilitas penjualan dan kebutuhan modal. Dengan variabel yang dominan adalah kebutuhan modal.
Faktor 2: Struktur pasar industri yang terdiri variabel; struktur saingan, tingkat bunga, tingkat pertumbuhan penjualan, dan kadar risiko dari aktiva. Variabel dominannya adalah struktur saingan.
Faktor 3: Risiko usaha dan keuangan, yang terdiri variabel; sikap pemberi pinjaman, susunan aktiva, dan sikap manejemen. Variabel dominannya adalah sikap pemberi pinjaman.
Faktor 4: Situasi perekonomian yang hanya terdiri variabel keadaan pasar modal, sehingga variabel dominannya adalah variabel keadaan pasar modal.
Untuk penentuan nilai perusahaan, dengan menggunakan pendekatan Tradisional sebagai alat manajemen keuangan diperoleh hasil bahwa nilai perusahaan akan meningkat dengan rata-rata biaya modal perusahaan melalui cara perusahaan modal pinjamannya. Dan struktur modal diterapkan harus mempunyai ratio hutang maksimum sehingga mencapai struktur modal optimum.
Pendekatan dalam Teori Struktur Modal
1. Pendekatan Laba Operasi Bersih (NOI Approach)
Dikemukakan oleh David Durand (1952). Pendekatan ini menggunakan asumsi bahwa investor memiliki reaksi yang berbeda terhadap penggunaan hutang perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang bersifat konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan perusahaan.
2. Pendekatan Traditional (Traditional Approach)
Diasumsikan terjadi perubahan struktur modal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui penggunaan financial leverage (hutang dibagi modal sendiri).
3. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM Approach)
MM berpendapat bahwa risiko total bagi seluruh pemegang saham tidak berubah walaupun struktur modal perusahaan mengalami perubahan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pembagian struktur modal antara hutang dan modal sendiri selalu terdapat perlindungan atas nilai investasi. Yaitu karena nilai investasi total perusahaan tergantung dari keuntungan dan risiko, sehingga nilai perusahaan tidak berubah walaupun struktur modalnya berubah. Asumsi yang digunakan adalah, pasar modal sempurna, nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas semua investor sama, perusahaan mempunyai risiko usaha (business risk) yang sama dan tidak ada pajak
Strategi efisiensi biaya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan efektifitas kerja sumber daya perusahaan yang ada. Untuk mengatasi keterbatasan modal kerja dan biaya operasional perusahaan perlu mengadakan perencanaan penghematan diberbagai bidang. Implikasi strategi efisiensi biaya adalah:
Meminimalkan Kenaikan Biaya Tetap dengan cara pertumbhan pegawai negatif dan rasionalisasi pegawai.
Mengurangi Biaya Tetap tunai dengan cara pengaturan struktur modal melalui penggunaan fasilitas kredit jangka panjang untuk memenuhi modal kerja dan penggunaan fasilitas kredit lunak UKM sehingga beban bunga lebih rendah.
Efisiensi biaya variabel dilakukan ditingkat proses produksi dengan cara pengaturan penggunaan lini mesin pemotongan sesuai jumlah sapi . Biaya variabel juga dapat dihemat dengan strategi kemitraan usaha baik ditingkat on farm (penyediaan bahan baku), maupun pemasaran produk sehingga biaya operasional ditanggung barsama.
Untuk menentukan struktur modal yang optimum, digunakan konsep cost of capital. Dengan perhitungan cost of capital hutang obligasi, cost of capital emisi saham baru, cost of capital saham biasa, cost of capital laba ditahan, dan weighted average cost of capital. Dan struktur modal yang optimum tercapai apabila biaya modal rata-rata tertimbang adalah rendah. Karena biaya modal ini berhubungan dengan profitabilitas, maka pada saat struktur modal optimum diperhitungkan pula tingkat profitabilitas dengan cara ROA dan ROE.
Untuk menghitung besarnya biaya modal dalam kaitanya dengan struktur modal dan nilai perusahaan digunakan beberapa rumus berikut :
1. Rumus pertama untuk menghitung return obligasi :
Ki = I/B
Dimana :
I = bunga hutang tahunan
B = Nilai pasar obligasi yang beredar
Ki = Return dari obligasi
2. Rumus kedua untuk menghitung return saham biasa :
Ke = E/S
Dimana :
E = Laba untuk pemegang saham biasa
S = Nilai pasar saham biasa yang beredar
Ke = Return dari saham biasa
3. Rumus ketiga untuk mengitung return bersih perusahaan :
Ko = O/V
Dimana :
O = Laba operasi bersih
V = Total Nilai perusahaan
Ko = Return bersih perusahaan
SUMBER : http://kikimariki.blogspot.co.id/2008/12/manajemen-keuangan-struktur-modal.html
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa depan.
Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.
b. Mengurangi resiko inflasi.
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari resiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
c. Dorongan untuk menghemat pajak.
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang – bidang usaha tertentu.
Dasar Keputusan Investasi
Adapun Dasar keputusan investasi menurut Tandelilin (2005) terdiri dari:
a. Return
Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Dalam manajemen investasi tingkat keuntungan investasi disebut sebagai return. Suatu hal yang sangat wajar jika investor menuntut tingkat return tertentu atas dana yang telah diinvestasikannya. Return yang diharapkan investor dari investasi yang dilakukannya merupakan kompensasi atas biaya kesempatan (opportunity cost) dan resiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi. Dalam berinvestasi perlu dibedakan antara return yang diharapkan (expected return) dan return yang terjadi (realized return).
Return yang diharapkan merupakan tingkat return yang diantisipasi investor dimasa datang. Sedangkan return yang terjadi atau return aktual merupakan return yang telah diperoleh investor dimasa lalu.
Antara tingkat return yang diharapkan dan tingkat return aktual yang diperoleh investor dari investasi yang dilakukan mungkin saja berbeda. Perbedaan antara return yang diharapkan resiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses investasi. Sehingga dalam berinvestasi, disamping memperhatikan tingkat return, investasi harus selalu mempertimbangkan tingkat resiko suatu investasi.
b. Risk
Korelasi langsung antara pengembalian dengan resiko, yaitu : semakin tinggi pengembalian, semakin tinggi resiko. Oleh karena itu, investor harus menjaga tingkat resiko dengan pengembalian yang seimbang.
c. The time factor
Jangka waktu adalah hal penting dari definisi investasi. Investor dapat menanamkan modalnya pada jangka pendek, jangka menengah, atau jangka panjang. Pemilihan jangka waktu investasi sebenarnya merupakan suatu hal penting yang menunjukkan ekspektasi atau harapan dari investor. Investor selalu menyeleksi jangka waktu dan pengembalian yang bisa memenuhi ekspektasi dari pertimbangan pengembalian dan resiko.
Proses keputusan investasi merupakan proses keputsan yang berkesimbungan (going process) keputusan yang berjalan terus menerus sampai tercapai keputusan in-vestasi terbaik. Tahap-tahap keputusan investasi meliputi lima tahap keputusan, yaitu:
1. Penentuan tujuan investasi
2. Penentuan kebijakan investasi
3. Pemilihan strategi portfolio
4. Pemilihan aset
5. Pengukuran dan evaluasi kinerja portfolio
Penentuan Tujuan Investasi. Tahap pertama dalam proses keputusan investasi adalah penentuan tujuan investasi yang akan dilakukan. Tujuan investasi masing-masing investor bisa berbeda-beda tergantung pada investor yang membuat keputusan tersebut. Misalnya, lembaga dana pensiun yang bertujuan yang memperoleh dana untuk membayar dana pensiun dana pensiun nasabahnya di masa depan mungkin akan memi-lih akan memilih investasi portfolio reksa dana. Sedangkan bagi institusipenyimpan dana seperti bank misalnya, mempunyai tujuan untuk memperoleh return yang lebih tinggi di atas biaya investasi pada sekuritas yang mudah diperdagangakan ataupun pada penyaluran kredit yang lebih beresiko tetapi memberi harapan return tinggi.
Penentuan kebijakan investasi. Tahap kedua ini merupakan tahap penentuan kebijakan untuk memenuhi tujuan investasi yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai dengan penentuan keputusan alokasi aset asset allocation decision). Keputusan ini me-nyangkut pendistribusian dana yang dimiliki pada berbagai kelas aset yang tersedia (saham, obligasi, real estat ataupun sekuritas luar negeri). Investor juga harus mem-perhatikan berbagai batasan yang memperngaruhi kebijakan investasi seperti beberapa dananya yang dimiliki dan porsi pendistribusian dana tersebut serta beban pajak pada pelaporan yang harus ditanggung.
Pemilihan strategi portfolio. Strategi portfolio yang dipilih harus konsisten dengan dua tahap sebelumnya. Ada dua strategi portfolio yang bisa dipilih, yaitu strategi portfolio aktif dan strategi portfolio pasif. Strategi portfolio aktif meliputi kegiatan penggunaan informasi yang tersedia dan teknik-teknik peramalan secara aktif untuk mencari kombinasi portofolio yang lebih baik yang seiring dengan kinerja indeks pasar. Asumsi strategi pasif ini adalah bahwa semua informasi yang tersedia akan diserap pasar dan direflesksikan pada harga saham.
Dengan strategi aktif, investor berusaha mengindentifikasikan saham-saham yang dia pertimbangkan akan bagus di masa mendatang dengan kata lain, dia akan men-coba untuk mencari winners. Sebaliknya denggan strategi pasif, investor dapat membeli reksa dana (muntual fund).
Pengukuran dan eavaluasi kinerja portfolio. Tahap ini merupakan tahap paling akhir dari proses keputusan investai. Meskipun demikian, adalah salah kaprah jika kita langsung mengatakan bahwa ini adalah tahap terakhir, karena sekali lagi, pro-ses keputusan investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan dan terus menerus. Artinya jika tahap pengukuran dan evaluasi kinerja yang telah dilewati dan ternyata hasilnya kurang baik, maka proses keputusan investasi harus dimulai lagi dari tahap pertama demikian seterusnya sampai dicapai keputusan investasi yang paling optimal. Tahap pengukuran dan evaluasi kinerja in meliputi pengukuran kinerja portfolio dan membandingkan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja portfolio dan pembandingan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja portfolio melalui proses benchmarking. Proses benchmarking ini biasanya dilakukan terhadap indeks portofolio pasar, untuk mengetahui seberapa baik kinerja portfolio yang telah ditentukan diban-dingkan dengan kinerja portfolio lainnya (portfolio pasar)
SUMBER : http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/07/keputusan-berinvestasi-tujuan-dasar-dan.html
https://ssaengi.wordpress.com/2014/05/14/proses-keputusan-investasi/
Struktur modal adalah perimbangan / perbandingan hutang jangka panjang dengan modal sendiri ( Riyanto, 2001 ). Struktur modal merupakan cermin dari kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan jenis sekuritas yang dikeluarkan, karena masalah struktur modal adalah erat hubungannya dengan masalah kapitalisasi, dimana disusun dari jenis-jenis funds yang membentuk kapitalisasi adalah struktur modalnya. Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kreditur merupakan utang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian. Penambahan utang akan memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya utang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Sruktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan kesimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham ( Brigham dan Houston, 2001).
b. Teori Struktur Modal
1) Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976 (Horne dan Wachowicz, 1998 dalam Saidi, 2004) ,yang menyebutkan bahwa manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Biaya yang ditimbulkan dari pengawasan yang dilakukan oleh manajemen disebut biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz dalam Saidi (2004) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.
2) Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.
3) Pecking Order Theory
Pecking order theory mengasumsikan bahwa perusahan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Perusahaan berusaha menerbitkan sekuritas pertama dari internal, retained earning, kemudian utang berisiko rendah dan terakhir ekuitas (Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004). Pecking order theory memprediksi bahwa pendanaan utang eksternal didasarkan pada defisit pendanaan internal.
Model pecking order theory memfokuskan pada motivasi manejer korporat, bukan pada prinsip-prinsip penilaian pasar modal. Pecking order theory mencerminkan persoalan yang diciptakan oleh asimetrik informasi. Dasar pemikirannya didasarkan pada penjelasan berikut ini, (Meyers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004) :
Para manejer mengetahui lebih banyak tentang perusahaan daripada investor luar, namun mereka enggan untuk menerbitkan saham ketika percaya saham mereka adalah undervalued.
Investor memahami bahwa para manajer mengetahui lebih banyak dan mereka mencoba menerbitkan sesuai waktu yang tepat.
Para manejer menginterpresentasikan keputusan untuk menerbitkan ekuitas sebagai bad news, dan perusahaan dapat menerbitkan ekiutas hanya pada harga discount.
Perusahaan yang bekerja berdasarkan filosofi pecking order theory dan membutuhkan ekuitas eksternal kemungkinan tidak akan memanfaatkan kesempatan investasi yang baik, karena saham tidak dapat dijual pada “fair Price”.
Menurut Myers (1996) dalam Saidi (2004) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber dana dengan mengacu packing order theory adalah internal fund (dana internal), debt (utang), dan equity (modal sendiri) (Kaaro, 2003).
4) Trade Off Theory
Konsep trade off dalam balancing theory adalah menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan utang dalam struktur modal sehingga disebut pula sebagai trade off theory (Brigham et al, 1999 dalam Kaaro, 2003). Berdasarkan teori Modigliani dan Miller (1996) dalam Adler Haymans Manurung (2004), semakin besar utang yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Model Modigliani dan Miller mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan penggunaan utang dengan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang disebut model trade off ( Myers, 1984 dalam Perminas Pangeran, 2004).
Perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan utang terhadap biaya kebangkrutan. Penggunaan utang mengakibatkan peningkatan EBIT yang mengalir ke investor, jadi semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga saham perusahaan. Berdasarkan makalah Modigliani-Miller dengan pajak, harga saham perusahaann akan dimaksimumkan jika menggunakan utang 100 persen. Dalam kenyatannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100 persen karena perusahaan membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2001).
III. PEMBAHASAN
Setiap perusahaan pada tahap awal berdiri pasti memerlukan modal untuk penetapan struktur modalnya, dan pada saat akan memperluas usaha atau menggabungkan usahanya besar kemungkinannya akan_melakukan perubahan struktur modal yang disebabkan adanya perubahan modal atau tambahan modal. Dua hal yang harus dilakukan perusahaan ; Pertama, menentukan besarnya Kebutuhan modal kuantitatif. Kedua, menentukan sumber modal kualitatif/jenis modal yang akan ditarik. Proses pertama dikatakan sebagal proses Kapitalisasi, sedangkan yang kedua dikatakan sebagai proses penentuan Struktur Modal. Untuk menentukan Struktur Modal perusahaan dihadapkan pada berbagai variabei yang mempengaruhinya. Terdapat 10 variabel yang mungkin akan berpengaruh yaitu ; Tingkat bunga, Stabilitas penjualan, Tingkat pertumbuhan penjualan, Susunan Aktiva, Kadar risiko dari aktiva, Kebutuhan modal, Struktur saingan, Keadaan pasar modal, Sikap manajemen, dan Sikap pemberi pinjaman. Bagi perusahaan susunan struktur modal terbaik dikatakan sebagal Struktur Modal Optimum. Struktur modal optimum menurut pendekatan konservatif adalah struktur modal yang menggunakan modal pinjaman maksimum 50% dari total modal. Sedangkan menurut pendekatan biaya modal struktur modal optimum adalah struktur modal yang dapat meminimumkan rata-rata biaya modal perusahaan. Metoda biaya modal ini dapat dianalisis dengan berbagai pendekatan, dan pendekatan yang dipilih pada persoalan ini adalah Pendekatan Tradisional yang menyatakan bahwa struktur modal optimum akan terjadi pada kondisi rata-rata biaya modal minimum dan nilai perusahaan maksimum. Disini harus dilakukan analisis terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan dan hubungannya dengan penentuan nilai perusahaan. Sehingga harus ditentukan :
1. Variabel yang dominan terhadap struktur modal dengan menggunakan Analisa Faktor.
2. Menentukan nilai perusahaan yang maksimum.
Menurut Maness (1988), ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan struktur modal yang optimal, yaitu :
1. Stabilitas Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2. Operating Leverage
Perusahaan yang mengurangi leverage operasinya lebih mampu untuk menaikkan penggunaan leverage keuangan ( hutang ).
3. Corporate Taxes
Karena bunga tax-deductable, ada sebuah keuntungan jika menggunakan hutang. Marginal tax rate perusahaan yang lebih tinggi, maka keuntungan menggunakan hutang akan lebih tinggi, semua yang lainnya dianggap sama.
4. Kadar resiko dari aktiva
Tingkat atau kadar resiko dari setiap aktiva didalam perusahaan adalah tidak sama. Makin panjang jangka waktu penggunaan suatu aktiva didalam perusahaan, makin besar derajat resikonya. Dan perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan yang tiada henti, dalam artian ekonomis dapat mempercepat tidak digunakannya suatu aktiva, meskipun dalam artian teknis masih dapat digunakan.
5. Lenders dan rating agencies
Jika perusahaan menggunakan hutang semakin berlebih, maka pihak lenders akan mulai meminta tingkat bunga yang lebih tinggi dan rating agencies akan mulai menurunkan rating pada tingkat hutang perusahaan.
6. Internal cash flow
Tingkat internal cash flow yang lebih tinggi dan lebih stabil dapat menjastifikasi sebuah tingkat leverage lebih stabil.
7. Pengendalian
Banyak perusahaan sekarang meningkatkan tingkat hutangnya dan memulai dengan menerbitkan hutang baru hingga repurchase outstanding commonstock. Tujuan dari peningkatan hutang tersebut adalah untuk mendapatkan return yang lebih tinggi., sedangkan pembelian kembali saham bertujuan untuk lebih meningkatkan tingkat pengendalian.
8. Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi seperti sekarang ini dan juga kondisi pada pasar keuangan dapat mempengaruhi keputusan struktur modal. Ketika tingkat suku bunga tinggi, mungkin keputusan pendanaan lebih mengarah pada short-term debt, dan akan dilakukan refinance dengan long-term debt atau equity jika kondisi pasar memungkinkan.
9. Preferensi pihak manajemen
Preferensi manajemen terhadap resiko dan gaya manajemen mempunyai peran dalam hubungannya dengan kombinasi debt-equity perusahaan pada struktur modalnya.
10. Debt covenant
Uang yang dipinjam dari sebuah bank dan juga penerbitan surat hutang dan terwujud melalui serangkaian kesepakatan (debt covenant).
11. Agency cost
Agency cost adalah sebuah biaya yang diturunkan guna memonitor kegiatan pihak manajemen untuk menjamin bahwa kegiatan mereka selaras dengan persetujuan antara manajer, kreditur dan juga para shareholders.
12. Profitabilitas
Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi, dan penggunaan internal financing yang lebih besar dapat menurunkan penggunaan hutang (rasio hutang).
Pada kasus tertentu ternyata kondisinya dapat dikelompokan pada 4 faktor yang dominan terhadap penentuan struktur modal, yaitu:
Faktor 1: Stabilitas pendapatan dan kebutuhan modal, komponen variabelnya: Stabilitas penjualan dan kebutuhan modal. Dengan variabel yang dominan adalah kebutuhan modal.
Faktor 2: Struktur pasar industri yang terdiri variabel; struktur saingan, tingkat bunga, tingkat pertumbuhan penjualan, dan kadar risiko dari aktiva. Variabel dominannya adalah struktur saingan.
Faktor 3: Risiko usaha dan keuangan, yang terdiri variabel; sikap pemberi pinjaman, susunan aktiva, dan sikap manejemen. Variabel dominannya adalah sikap pemberi pinjaman.
Faktor 4: Situasi perekonomian yang hanya terdiri variabel keadaan pasar modal, sehingga variabel dominannya adalah variabel keadaan pasar modal.
Untuk penentuan nilai perusahaan, dengan menggunakan pendekatan Tradisional sebagai alat manajemen keuangan diperoleh hasil bahwa nilai perusahaan akan meningkat dengan rata-rata biaya modal perusahaan melalui cara perusahaan modal pinjamannya. Dan struktur modal diterapkan harus mempunyai ratio hutang maksimum sehingga mencapai struktur modal optimum.
Pendekatan dalam Teori Struktur Modal
1. Pendekatan Laba Operasi Bersih (NOI Approach)
Dikemukakan oleh David Durand (1952). Pendekatan ini menggunakan asumsi bahwa investor memiliki reaksi yang berbeda terhadap penggunaan hutang perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang bersifat konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan perusahaan.
2. Pendekatan Traditional (Traditional Approach)
Diasumsikan terjadi perubahan struktur modal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui penggunaan financial leverage (hutang dibagi modal sendiri).
3. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM Approach)
MM berpendapat bahwa risiko total bagi seluruh pemegang saham tidak berubah walaupun struktur modal perusahaan mengalami perubahan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pembagian struktur modal antara hutang dan modal sendiri selalu terdapat perlindungan atas nilai investasi. Yaitu karena nilai investasi total perusahaan tergantung dari keuntungan dan risiko, sehingga nilai perusahaan tidak berubah walaupun struktur modalnya berubah. Asumsi yang digunakan adalah, pasar modal sempurna, nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas semua investor sama, perusahaan mempunyai risiko usaha (business risk) yang sama dan tidak ada pajak
Strategi efisiensi biaya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan efektifitas kerja sumber daya perusahaan yang ada. Untuk mengatasi keterbatasan modal kerja dan biaya operasional perusahaan perlu mengadakan perencanaan penghematan diberbagai bidang. Implikasi strategi efisiensi biaya adalah:
Meminimalkan Kenaikan Biaya Tetap dengan cara pertumbhan pegawai negatif dan rasionalisasi pegawai.
Mengurangi Biaya Tetap tunai dengan cara pengaturan struktur modal melalui penggunaan fasilitas kredit jangka panjang untuk memenuhi modal kerja dan penggunaan fasilitas kredit lunak UKM sehingga beban bunga lebih rendah.
Efisiensi biaya variabel dilakukan ditingkat proses produksi dengan cara pengaturan penggunaan lini mesin pemotongan sesuai jumlah sapi . Biaya variabel juga dapat dihemat dengan strategi kemitraan usaha baik ditingkat on farm (penyediaan bahan baku), maupun pemasaran produk sehingga biaya operasional ditanggung barsama.
Untuk menentukan struktur modal yang optimum, digunakan konsep cost of capital. Dengan perhitungan cost of capital hutang obligasi, cost of capital emisi saham baru, cost of capital saham biasa, cost of capital laba ditahan, dan weighted average cost of capital. Dan struktur modal yang optimum tercapai apabila biaya modal rata-rata tertimbang adalah rendah. Karena biaya modal ini berhubungan dengan profitabilitas, maka pada saat struktur modal optimum diperhitungkan pula tingkat profitabilitas dengan cara ROA dan ROE.
Untuk menghitung besarnya biaya modal dalam kaitanya dengan struktur modal dan nilai perusahaan digunakan beberapa rumus berikut :
1. Rumus pertama untuk menghitung return obligasi :
Ki = I/B
Dimana :
I = bunga hutang tahunan
B = Nilai pasar obligasi yang beredar
Ki = Return dari obligasi
2. Rumus kedua untuk menghitung return saham biasa :
Ke = E/S
Dimana :
E = Laba untuk pemegang saham biasa
S = Nilai pasar saham biasa yang beredar
Ke = Return dari saham biasa
3. Rumus ketiga untuk mengitung return bersih perusahaan :
Ko = O/V
Dimana :
O = Laba operasi bersih
V = Total Nilai perusahaan
Ko = Return bersih perusahaan
SUMBER : http://kikimariki.blogspot.co.id/2008/12/manajemen-keuangan-struktur-modal.html
Rabu, 03 Mei 2017
TULISAN 3
Jelaskan Mengenai BEP (Break Even Poin) & Contoh Kasus
Break
Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam operasinya tidak
memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata lain total
biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi.
Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya
tetap dan biaya variabel, dan volume penjualannya hanya cukup menutupi biaya
tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel
dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya,
perusahaan akan memperoleh keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya
variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :
Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :
1.
Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya
dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan kunatitas.
2.
Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang
dikehendaki.
3.
Meningkatkan volume kegitan semaksimal mungkin.
Dari ketiga langkah-langkah tersebut diatas tidak dapat dilakukan secara
terpisah-pisah karena tiga faktor tersebut mempunyai hubungan yang erat dan
saling berkaitan. Pengaruh salah satu faktor akan membawa akibat terhadap
seluruh kegiatan operasi. Oleh karena itu struktur laba dari sebuah perusahaan
sering dilukiskan dalam break even point, sehingga mudah untuk memahami
hubungan antara biaya, volume kegiatan dan laba.
Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya). Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost Volume Profit Analysis.
Arti penting analisis break even point bagi menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut, yaitu :
Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya). Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost Volume Profit Analysis.
Arti penting analisis break even point bagi menejer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut, yaitu :
1.
Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan
tidak mengalami kerugian.
2.
Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba
tertentu.
3.
Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar
perusahaan tidak menderita rugi.
Menurut Purba (2002) Titik
impas (break even) berlandaskan pada pernyataan sedarhana, berapa besarnya unit
produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan produk tersebut.
Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.
Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.
Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.
Apabila perusahaan mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break even point dalam perusahaan tersebut. Masalah break even point baru akan muncul apabila suatu perusahaan disamping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan volume produksi perusahaan, sedangkan besarnya biaya tetap sacara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Karena adanya unsur biaya variabel disuatu sisi dan unsur biaya tetap disisi lain maka suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita kerugian karena penjualan hanya menutupi biaya tetap. Ini berarti bahwa bagian dari hasil penghasilan penjualan yang tersedia hanya cukup untuk menutupi biaya tetap tetapi tidak cukup menutupi biaya variabelnya.
Volume penjualan dimana penghasilan total sama besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mencapai laba atau keuntungan dan tidak menderita kerugian disebut Break Even Point.
Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.
Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.
Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut barang.
Apabila perusahaan mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break even point dalam perusahaan tersebut. Masalah break even point baru akan muncul apabila suatu perusahaan disamping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan volume produksi perusahaan, sedangkan besarnya biaya tetap sacara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Karena adanya unsur biaya variabel disuatu sisi dan unsur biaya tetap disisi lain maka suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita kerugian karena penjualan hanya menutupi biaya tetap. Ini berarti bahwa bagian dari hasil penghasilan penjualan yang tersedia hanya cukup untuk menutupi biaya tetap tetapi tidak cukup menutupi biaya variabelnya.
Volume penjualan dimana penghasilan total sama besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mencapai laba atau keuntungan dan tidak menderita kerugian disebut Break Even Point.
Asumsi dari Analisa Break Even
Analisis Break Even Point berguna apabila
beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi-asumsi tersebut adalah :
Bahwa biaya pada berbagai tingkat
kegiatan dapat diperkirakan jumlahnya secara tepat. Dengan demikian perubahan
tingkat produksi dapat dijabarkan menjadi perubahan tingkat biaya.
1.
Biaya yang dapat diperkirakan itu dapat dipisahkan mana yang bersifat
fariabel dan mana yang merupakan beban tetap (fixed cost). Analisa Break even
hanya dapat dihitung bilamana sebagian biaya merupakan bebean tetap.
2.
Tingkat penjualan sama dengan tingkat produksi, artinya apa yang
diproduksi dianggap terjual habis. Dengan demikian tingkat persediaan barang
jadi tidak mengalami perubahan, atau perusahaan sma sekali tidak menyediakan
stoc barang jadi.
3.
Harga jual produk perusahaan pada berbagai tingkat penjualan tidak
mengalami perubahan. Ini berarti pasarnya demikian sempurna atau bahwa share
pasaran perusahaan sedemikian kecilnyasehingga tidak akan mampu merubah harga
pasar yang terjadi.
4.
Efesiensi perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan juga tidak berubah,
sehingga biaya variable setiap unit produk sama untuk berbagai volume produksi.
5.
Tidak terdapat perubahan pada berbagai kebijakan pimpinan yang secara
langsung berpengaruh terhadap beban tetap keseluruhan. Dengan demikian biaya
tetap keseluruhan juga tidak berubah.
6.
Perusahaan dianggap seakan-akan hanya menjual satu macam produk akhir.
Bilamana dalam kenyataannya produk yang dibuat lebih dari satu macam, maka
sales mix dipertahankan tetap sama.
Di dalam kenyataan yang sebenarnya lebih banyak asumsi yang tidak dapat
dipenuhi. Namun demikian perubahan asumsi ini tidak mengurangi validitas dan
kegunaan analisa BEP sebagai suatu alat bantu pengambilan keputusan. Hanya saja
diperlukan suatu modifikasi tertentu dalam penggunaannya.
Dalam menyusun perhitungan BEP, kita perlu menentukan dulu 3 elemen dari
rumus BEP yaitu :
1. Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha, perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2 unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual sama sekali
2. Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit penjualan contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi salesman, biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota penjualan
3. Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli
1. Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tempat usaha, perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2 unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual sama sekali
2. Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit penjualan contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi salesman, biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota penjualan
3. Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli
Adapun rumus untuk menghitung Break Even Point ada 2 yaitu :
1. Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi
Break Even Point :
Total Fixed Cost
__________________________________
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Contoh :
Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,-
Variable cost Rp.5,000 / unit
Harga jual Rp. 10,000 / unit
Maka BEP per unitnya adalah
Rp.200,000
__________ = 40 units
10,000 – 5,000
Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi break even point. Pada pejualan unit ke 41, maka took itu mulai memperoleh keuntungan
Total Fixed Cost
__________________________________
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Contoh :
Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,-
Variable cost Rp.5,000 / unit
Harga jual Rp. 10,000 / unit
Maka BEP per unitnya adalah
Rp.200,000
__________ = 40 units
10,000 – 5,000
Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi break even point. Pada pejualan unit ke 41, maka took itu mulai memperoleh keuntungan
2. Rumus BEP untuk menghitung berapa uang penjualan yang perlu diterima
agar terjadi BEP :
Total Fixed Cost
__________________________________ x Harga jual / unit
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang harus diterima agar terjadi BEP adalah
Rp.200,000
__________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,-
10,000 – 5,000
Total Fixed Cost
__________________________________ x Harga jual / unit
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang harus diterima agar terjadi BEP adalah
Rp.200,000
__________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,-
10,000 – 5,000
Sumber :
https://sites.google.com/site/penganggaranperusahaan/analisis-dan-asumsi-breakeven
https://irnawt.wordpress.com/2011/04/28/pengertian-definisi-dan-rumus-bep-break-even-point-4/
TUGAS 3
1. Jelaskan Mengenai Analisis Sumber dan Penggunaan
Kas
2. Analisis Perubahan Penghasilan dan Biaya
Kas
( Cash) adalah aktiva lancar yang meliputi uang kertas/logam dan benda-benda
lain yang dapat digunakan sebagai media tukar/alat pembayaran yang sah dan
dapat diambil setiap saat. Kas
adalah uang tunai yang paling likuid sehingga pos ini biasanya ditempatkan pada
urutan teratas dari aset. Yang termasuk dalam kas adalah seluruh alat
pembayaran yang dapat digunakan dengan segera seperti uang kertas, uang logam,
dan saldo rekening giro di bank Uang
tunai atau kas merupakan saldo sisa dari arus kas masuk dikurangi arus kas
keluar yang berasal dari periode-periode lalu. Arus kas mengacu pada arus kas
masuk dikurangi arus kas keluar pada periode berjalan.
Aliran dana yang terjadi di suatu perusahaan merupakan
aliran keluar-masuknya dana (kas) yang ada di perusahaan yang bersangkutan.
Dana yang masuk kedalam perusahaan merupakan dana yang berasal dari sumber dana
perusahaan, baik sumber intern maupun sumber ekstern. Sedangkan dana yang keluar
dari perusahaan merupakan penggunaan dana yang digunakan untuk operasi atau
kegiatan perusahaan.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kas
Diantara factor – factor yang mempengaruhi jumlah persediaan kas adalah sebagai berikut:
1. Penyimpangan terhadap aliran kas yang diperkirakan, jumlah kas yang paling ideal sampai saat ini belum ada, tetapi telah terdapat beberapa pedoman untuk menentukan jumlah kas perusahaan. Hal ini dikemukakan oleh H. G. Guthmann bahwa jumlah kas yang ada di perusahaan hendaknya tidak kurang dari 5% - 10% dari jumlah aktiva lancer. Makin tinggi jumlah kas maka perusahaan semakin liquid dan sebaliknya.
Diantara factor – factor yang mempengaruhi jumlah persediaan kas adalah sebagai berikut:
1. Penyimpangan terhadap aliran kas yang diperkirakan, jumlah kas yang paling ideal sampai saat ini belum ada, tetapi telah terdapat beberapa pedoman untuk menentukan jumlah kas perusahaan. Hal ini dikemukakan oleh H. G. Guthmann bahwa jumlah kas yang ada di perusahaan hendaknya tidak kurang dari 5% - 10% dari jumlah aktiva lancer. Makin tinggi jumlah kas maka perusahaan semakin liquid dan sebaliknya.
2. Perimbangan antara aliran kas
masuk dank as keluar. Seperti halnya persediaan kas juga memiliki persediaan
bersih atau persediaan minimal yang disebut sebagai “safety cash balance”
(merupakan jumlah kas minimal dari kas yang harus dipertahankan oleh perusahaan
agar dapat memenuhi kewajiban finansialnya sewaktu-waktu.
3. Adanya penjualan yang baik. Jumlah
kas dapat pula dihubungkan dengan salesnya (penjualan). Perbandingan antara
penjualan dengan jumlah kas rata-rata menggambarkan tingkat perputaran kas.
Makin tinggi turnovernya makin baik karena berarti makin efisien penggunaan
kasnya.
C. Sumber Penerimaan dan Pengeluaran
Kas
Sumber Penerimaan Kas:
1. Berkurangnya Aktiva lancar selain kas.
a. Piutang, penagihan piutang akan menyebabkan turunnya jumlah piutang, sehingga akan meningkatkan jumlah kas.
b. Persediaan, adanya penjualan persediaan akan menyebabkan turunnya jumlah persediaan. Hasil penjualan persediaan tersebut akan meningkatkan jumlah kas.
c. Aktiva lancer lainnya, penurunan aktiva lancer lainnya dapat terjadi karena beberapa hal, tergantung bentuk pos – pos yang dimasukan kedalam golongan aktiva lancer lainnya tersebut. Namun perlu dicermati bahwa secara langsung ataupun tidak langsung adanya penurunan aktiva tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kas.
Sumber Penerimaan Kas:
1. Berkurangnya Aktiva lancar selain kas.
a. Piutang, penagihan piutang akan menyebabkan turunnya jumlah piutang, sehingga akan meningkatkan jumlah kas.
b. Persediaan, adanya penjualan persediaan akan menyebabkan turunnya jumlah persediaan. Hasil penjualan persediaan tersebut akan meningkatkan jumlah kas.
c. Aktiva lancer lainnya, penurunan aktiva lancer lainnya dapat terjadi karena beberapa hal, tergantung bentuk pos – pos yang dimasukan kedalam golongan aktiva lancer lainnya tersebut. Namun perlu dicermati bahwa secara langsung ataupun tidak langsung adanya penurunan aktiva tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kas.
2. Penurunan/berkurangnya jumlah
aktiva tetap. Penurunan aktiva tetap dapat disebabkan oleh dua hal yaitu adanya
penjualan sebagian aktiva tetap tersebut atau karena penyusutan aktiva
bersangkutan. Kedua hal tersebut akan menyebabkan meningkatnya jumlah kas.
3. Meningkat/ bertambahnya hutang.
Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dana melalui hutang (baik hutang jangka
pendek maupun hutang jangka panjang) akan meningkatkan jumlah hutang
perusahaan. Adanya peningkatan jumlah hutang tersebut akan meningkatkan jumlah
kas, yang nantinya digunakan untuk operasional perusahaan.
4. Meningkat/bertambahnya modal
saham. Adanya modal saham yang disetorkan atau ditambahkan akan menyebabkan
naiknya jumlah kas.
5. Adanya keuntungan perusahaan. Laba
yang diperoleh selama operasional perusahaan merupakan sumber kas utama bagi
perusahaan untuk operasionalnya. Namun ada sebagian laba yang belum dapat
dijadikan kas yaitu saat terjadi penjualan kredit yang belum tertagih dalam
periode akuntansi dan menyebabkan naiknya jumlah piutang.
Faktor yang menyebabkan berkurangnya
kas atau pengeluaran kas:
1. Bertambahnya aktiva lancar selain kas
2. Bertambhanya aktiva tetap
3. Berkurangnya segala jenis hutang
4. Berkurangnya modal sendiri
5. Adanya kerugian perusahaan
6. Pembagian deviden
1. Bertambahnya aktiva lancar selain kas
2. Bertambhanya aktiva tetap
3. Berkurangnya segala jenis hutang
4. Berkurangnya modal sendiri
5. Adanya kerugian perusahaan
6. Pembagian deviden
D. Penyusunan Laporan Sumber dan
Penggunaan Kas serta Analisisnya
Untuk menganalisis laporan arus kas yang sudah dibuat perusahaan, dapat dilihat dari dua keadaan yaitu:
1. Menganalisis Laporan Arus Kas yang sudah dibuat perusahaan.
2. Melakukan analisis berdasarkan informasi hanya dari laporan neraca dan laba/rugi. Dengan kata lain laporan arus kasnya belum ada.
Untuk menganalisis laporan arus kas yang sudah dibuat perusahaan, dapat dilihat dari dua keadaan yaitu:
1. Menganalisis Laporan Arus Kas yang sudah dibuat perusahaan.
2. Melakukan analisis berdasarkan informasi hanya dari laporan neraca dan laba/rugi. Dengan kata lain laporan arus kasnya belum ada.
Contoh analisis laporan arus kas
Untuk menganalisis laporan arus kas, berikut ini
disajikan laporan arus kas:
PT Zaki Khameni
Laporan Arus Kas
Untuk tahun yang berakhir tahun 2015
A. Arus kas dari kegiatan
operasional:
Kas Masuk 600.000
Kas
Keluar (400.000)
Arus kas masuk (keluar) bersih dari
kegiatan investasi 200.000
B. Arus kas dari kegiatan
investasi:
Arus Kas
masuk 210.000
Arus Kas
keluar (300.000)
Arus kas masuk (keluar) bersih dari
kegiatan investasi (90.000)
C. Arus kas dari kegiatan
pembiayaan:
Arus Kas masuk 880.000
Arus Kas
keluar (650.000)
Arus kas masuk (keluar) dari kegiatan
pembiayaan 230.000
D. Saldo kas awal akhir
Kenaikan kas periode
ini
340.000
Saldo kas awal
periode
420.000
Saldo kas akhir
periode
760.000
Dari laporan tersebut dapat kita baca bahwa kenaikan kas pada periode laporan keuangan adalah sebesar Rp. 340.000,00. Arus masuk dari kegiatan operasional Rp. 600.000,00 dan kas keluar Rp. (400.000) sehingga surplus dari kegiatan operasi adalah Rp. 200.000,00. Keadaan ini menunjukkan gambaran yang positif, karena kegiatan operasional perusahaan ternyata menambah dana bagi perusahaan, bukan sebaliknya mengambil dana (deficit).
Sedangkan dilihat dari segi kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan adalah bahwa arus kas masuk sebesar Rp 210.000 dan arus kas keluar Rp. 300.000,00 sehingga net investasi keluar adalah sebesar Rp. 90.000,00. Ini menunjukkan bahwa pada periode ini perusahaan banyak menggunakan investasi yang hasilnya diharapkan akan menghasilkan dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan dating.
Dari segi kegiatan pembiayaan sumber
dana menunjukkan angka surplus sebesar Rp 230.000,00. Artinya perusahaan
mendapat dana berupa utang atau modal untuk pembiayaan investasi dan kegiatan
operasionalnya lebih besar dari penggunaan dana untuk pembayaran utang atau
deviden serta treasury stock. Dari laporan ini bias juga disebutkan bahwa
perusahaan berupaya mendapatkan dana dari pembiayaan (pasar modal dan pasar
uang) untuk digunakan dalam investasi. Tetapi jumlah yang diperoleh jauh lebih
besar sehingga kas mengalami surplus sebesar Rp 340.000,00.
Analisis melalui data Neraca dan
Laba/Rugi
Tahapan dalam menganalisis sumber dan penggunaan dana kas dari neraca dan laba/rugi adalah:
1. Membuat laporan perubahan neraca pada dua periode, serta mencatat perubahan –perubahan yang terjadi pada neraca atau laporan laba/rugi
2. Mengelompokkan perubahan – perubahan yang terjadi pada elemen neraca yang memperbesar dan memperkecil kas
3. Mengelompokkan informasi dari laporan laba/rugi atau laporan perubahan modal yang memperbesar dan memperkecil kas.
4. Membuat konsolidasi dari perubahan yang memperbesar dan memperkecil kas kedalam laporan sumber dan penggunaan dana kas.
Tahapan dalam menganalisis sumber dan penggunaan dana kas dari neraca dan laba/rugi adalah:
1. Membuat laporan perubahan neraca pada dua periode, serta mencatat perubahan –perubahan yang terjadi pada neraca atau laporan laba/rugi
2. Mengelompokkan perubahan – perubahan yang terjadi pada elemen neraca yang memperbesar dan memperkecil kas
3. Mengelompokkan informasi dari laporan laba/rugi atau laporan perubahan modal yang memperbesar dan memperkecil kas.
4. Membuat konsolidasi dari perubahan yang memperbesar dan memperkecil kas kedalam laporan sumber dan penggunaan dana kas.
Contoh
Laporan Perubahan Neraca
PT. Andalas
Periode 2013 dan 2014
Dalam Ribuan (Rp.000)
No
|
Uraian
|
2013
|
2014
|
Debit
|
Kredit
|
S/P
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
|
Kas
Bank
Piutang
Persediaan
Aktiva lancar lainnya
Tanah
Gedung
Akm. Penyusutan
Mesin
Akm. Penyusutan
Kendaraan
Akm. Penyusutan
Peralatan
Akm. Penyusutan
Aktiva tetap lainnya
Akm. Penyusutan
Hutang Dagang
Hutang Wesel
H. Lancar lainnya
Hutang Obligasi
Modal Saham
Cadangan
Laba Ditahan
|
900
800
2.800
3.000
600
8.000
12.000
(5.000)
17.500
(10.000)
5.000
(2.000)
3.000
(1.000)
2.000
(500)
4.500
1.000
1.000
10.000
10.000
2.000
8.600
|
1.000
1.000
2.500
4.000
500
8.000
12.000
(7.000)
20.000
(13.500)
7.500
(3.500)
3.000
(1.250)
2.200
(700)
3.500
1.500
500
8.450
10.000
2.000
9.800
|
100
200
-
1.000
-
-
-
-
2.500
-
2.500
-
-
-
200
-
1.000
-
500
1.550
-
-
-
|
-
-
300
-
100
-
-
2.000
-
3.500
-
1.500
-
250
-
200
-
500
-
-
-
-
1.200
|
P
S
P
S
-
-
S
P
S
P
S
-
S
P
S
P
S
P
P
-
-
S
|
Jumlah
|
9.550
|
9.550
|
Dari Laporan Neraca tersebut diatas, maka akan ditentukan laporan sumber dan penggunaan kas
Laporan Sumber dan Penggunaan Kas
PT. Andalas
Periode 1 Januari 2014 – 31 Desember 2014
Dalam Ribuan (Rp. 000)
Sumber Kas
1. Adanya keuntungan
operasional 2.200
2. Penyusutan:
a. Gedung, 2.000
b. Mesin 3.500
c. Kendaraan 1.500
d. Peralatan 250
e. Aktiva
tetap lainnya 200
3. Penagihan
Piutang 7.450
4. Penjualan Aktiva
Lancar lainnya 300
5. Penambahan hutang
wesel 500
.
Jumlah Sumber
Kas 10.550
|
Penggunaan Kas
1. Pembayaran
Deviden 1.000
2. Pembelian
Efek 200
3. Pembelian
Persediaan 1.000
4. Pembelian
Mesin 2.500
5. Penambahan
Kendaraan 2.500
6. Peningkatan Aktiva Tetap
Lainnya 200
7. Pembayaran Hutang
Dagang 1.000
8. Pelunasan Hutang Lancar
Lainnya 500
9. Pelunasan Hutang
Obligasi 1.550
Jumlah Penggunaan
Kas 10.450
Penambahan
Kas 100
Jumlah 10.550
|
Dari laporan sumber dan penggunaan kas diatas tersebut terlihat bahwa jumlah kas masuk adalah sebesar Rp. 10.550.000,- sedangkan pengeluaran kas selama tahun 2006 adalah sebesar Rp. 10.450.000,-. Karena sumber kas lebih besar daripada penggunaan kas maka menyebabkan nilai kas bertambah sebesar Rp. 100.000,-.
Sumber :http://makalahshella.blogspot.co.id/2016/03/analisis-sumber-dan-penggunaan-dana-kas.html
Langganan:
Postingan (Atom)
TUGAS 4
Biaya modal adalah sebuah konsep dinamis yang dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor ekonomi dan perusahaan. Struktur dasar dari biaya modal...
-
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh...
-
Biaya modal adalah sebuah konsep dinamis yang dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor ekonomi dan perusahaan. Struktur dasar dari biaya modal...
-
HAM - Sejak lahir, manusia telah mempunyai hak asasi yang harus dijunjung tinggi dan diakui semua orang. Hak ini lebih penting dari hak s...